Total Tayangan Halaman

Jumat, 27 Juni 2014

Keseimbangan



Di dunia ini sudah ada ketetapan keseimbangan. Bulan mengelilingi bumi, planet-planet mengelilingi matahari melalui garis orbitnya. Matahari dan planet-planet mengelilingi pusat bimasakti. Semua sudah ada ketetapan agar mencapai keseimbangannya.

Alam pun juga diciptakan dengan keseimbangan. Gunung meletus agar dataran bumi seimbang karena munculnya bangunan-bangunan yang dibangun manusia. Hujan yang terjadi untuk keseimbangan sirkulasi air. Begitupun juga mahkluk hidup. Kita sudah diberi ketetapan-ketetapan untuk membentuk keseimbangan.

Ada orang-orang yang sehari-hari hanya mengejar dunia. Mereka menikmati kesenangan dunia, berlebih-lebihan dalam bergaya hidup. Target dan tujuan mereka hanyalah kesenangan dunia saja. Tak meluangkan waktu untuk beribadah atau bahkan untuk mencari ilmu agama mereka. Dalam hal ini berarti tidak ada keseimbangan dalam hidup mereka.

Namun sebaliknya, ada juga yang sehari-hari ibadah tanpa mengenal waktu. Sholat malam, membaca Al-Qur’an siang dan malam, sholat berjamaah di masjid sampai-sampai jarang atau bahkan tidak mengurusi dunia sama sekali. Bagi mereka, sederhana berarti jarang dan tidak terlalu mengupayakan dunia sama sekali. Bagi mereka, ibadah hanya berupa hal-hal ritual saja. Semua sudah ada takdirnya sendiri. Pola fikir yang selama ini salah, karena dengan begini apapun yang salah dalam hidup mereka, mereka seperti mengkambinghitamkan Tuhan. Tuhan memang telah menciptakan takdir, yaitu ketetapan. Nasib manusia, manusia itu sendiri yang memilih dan menjalani dari semua ketetapan Tuhan. Kembali ke orang-orang yang hanya beribadah dan mengira sederhana adalah dengan tidak terlalu mengupayakan dunia. Padahal teladan kita, nabi Muhammad S.A.W mencontohkan sebagai seorang pedagang yang sukses, pribadi yang cerdas, santun, jujur, berjiwa besar, namun yang sederhana adalah sikapnya. Allah telah memerintahkan kita untuk juga mengupayakan dunia. Maka dalam kehidupan seperti ini hidup mereka pun tidak berada dalam keseimbangan.

Yang kita lihat realitanya sekarang adalah kecanggihan dan penemuan ilmuwan-ilmuwan barat. Dan masyarakat barat melihat muslim seperti orang-orang yang hanya menyebabkan terorisme, menyebarkan kebencian, memandang remeh dan jarang sekali ada penemuan untuk masyarakatnya.

Keseimbangan. Ya, keseimbangan itu sulit. Kita harus mengupayakan dunia dan akhirat sekaligus, tak ada yang bilang ini mudah, tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan dan diupayakan. Keseimbangan, mengupayakan dunia, belajar dan bekerja sepenuh hati untuk mengejar akhirat. Memaksimalkan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat. Kita lihat jaman keemasan, dimana para muslim justru menemukan penemuan-penemuan yang berguna. Ilmu mereka berguna bahkan digunakan sampai sekarang. Mereka mempersembahkan kemampuan mereka untuk sesama. Kita tentu saja mengenal nama-nama seperti Ibnu Sina (dengan ilmu dan penemuannya di bidang kedokteran), Jābir ibn Hayyān (Bapak ilmu kimia), Avicenna, dll. Dari semua penemuan-penemuan mereka tentu saja juga membuat Islam semakin besar dan semakin dikenal. Mereka pun juga tetap melakukan ibadah-ibadah ritual sebagai rasa cinta pada Allah dan menumbuhkan kembali semangat berjuang. Dengan kata lain penemuan dan ilmu mereka pun juga salah satu cara mereka untuk memperkenalkan Islam Rahmatan Lil Alamin.


Penulis pun juga ingin seperti mereka, mengupayakan kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk sesama. Mengenalkan Islam Rahmatan Lil Alamin, yang teduh, damai dan Besar. Dan semoga penulis dapat membuka pikiran pembaca agar dapat melakukan hal yang sama. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam tulisan ini, saran dan kritik dipersilahkan.

lbnu Umar menasehati, “Bekerjalah untuk duniamu seperti engkau hidup selamanya, dan beramal dan beribadahlah seperti engkau akan mati esok pagi.”

Salam. :)

Senin, 23 Juni 2014

Pendidikan di Indonesia

Pendidikan. Hal yang penting dan mendasar bagi manusia. Pendidikan bisa berarti dua, formal dan non formal. Dari pendidikan formal biasanya kita mendapat dari sekolah, sedangkan pendidikan non formal bisa kita dapatkan dari keluarga dan lingkungan. Di Indonesia sendiri kelihatannya pendidikannya bagus dan mahal, namun bagaimana dengan kenyataan yang terjadi sebenarnya?

Di Indonesia sendiri bisa kita lihat dari sistem pendidikannya sendiri, anak-anak atau murid hanya dipacu untuk mendapat nilai yang bagus. Tiap hari mengerjakan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang isinya hanya kumpulan soal. Siswa atau murid bukannya dipacu untuk mengerti bagaimana proses teori tersebut, tetapi justru dengan memacu murid untuk mendapat nilai yang bagus. Rumus-rumus yang disingkat tanpa mengerti proses yang terjadi. Hasil dari sistem yang seperti ini adalah individu-individu seperti robot,melakukan apa yang diperintahkan tanpa mengerti apa yang dikerjakan, hanya mementingkan hasil tanpa mengerti proses. Padahal hafalan merupakan produk mental pada tingkat terendah yang tergolong primitif.

Lalu kita lihat dari ketetapan kelulusan tingkat sekolah, yang mewajibkan siswa mengikuti Ujian Akhir Nasional (UAN). UAN sendiri terdiri dari berbagai pelajaran (sesuai dengan jurusan) dan ada nilai minimal dari hasil semua mata pelajaran ini. Akibatnya? Siswa yang tidak semua mengerti mata pelajaran akan berusaha berbagai cara. Ada yang dengan mengikuti bimbingan belajar (lagi-lagi dengan metode rumus singkat), dan bahkan dengan mencontek dan berbagi jawaban. Jadi? Apakah sistem kelulusan seperti ini sudah merupakan yang terbaik? Padahal tiap anak, tiap manusia, mempunyai bakat dan kepintaran sendiri-sendiri. Dalam skala kecil, lulusan dengan metode pendidikan seperti ini adalah lulusan dengan motivasi bekerja yang hanya berorientasi pada uang dan bermodalkan ijazah.

Selanjutnya kita lihat dari tenaga pendidik. Para institusi hanya mementingkan bisnis dengan memberikan pelajaran-pelajaran kognitif saja. Para pendidik pun banyak yang hanya mengajar karena tertarik dengan fasilitas yang disediakan, bukan untuk mengembangkan dan membuat para murid mengerti (bukan berarti semua pendidik seperti itu).

Kurikulum pendidikan yang dirancang dengan dominasi pembelajaran berorientasi otak kiri sangat mudah dijadikan alat untuk melanggengkan suatu dinasti. Dan hal ini memang terjadi di banyak negara dengan sistem yang secara terang-terangan membatasi rakyatnya untuk berpikir divergen (Santoso, 2013)

Selain itu cara kita untuk memotivasi pun terkadang hanya membuat para murid tertekan. Kita biasa memberi pernyataan-pernyataan kontradiktif seperti :
"Kamu harus belajar. Kalau tidak kamu tidak lulus"
"Belajar yang rajin. Kalau tidak kamu tidak bisa masuk sekolah favorit"
dan lain semacamnya.

Kita lihat negara Finlandia. Negara ini memiliki mutu pendidikan yang terbaik. Bagaimana tidak? jika syarat dan kompetensi untuk menjadi pengajar/pendidik merupakan tes tersulit di negara ini. Setiap pelajar diberi otonomi khusus untuk menentukan jadwal ujiannya untuk mata pelajaran yang menurutnya sudah dia kuasai.

Dari semua keadaan ini, kita dapat mengubah diri kita dan para pendidik dengan tidak hanya mengajar dengan orientasi otak kiri. Kita juga jangan menerapkan motivasi yang salah dalam membuat murid untuk belajar. Buatlah mereka senang dan tertarik untuk belajar, sehingga mereka tidak hanya sekedar menghafal, namun menikmati apa yang mereka simak. Buatlah motivasi belajar dengan contoh seperti ini :

"Kamu tahu bintang itu. Yang kamu lihat itu sebenarnya sudah tidak ada | Loh, mengapa? | Iya, karena memnag bintang itu sudah tidak ada lagi | Tapi saya masih bisa melihatnya | Karena cahaya tersebut terbentuk beberapa ribu tahun lalu, namun baru sampai ke bumi pada masa sekarang, karena masalah jarak yang teramat jauh. (Dan pada akhirnya si murid tertarik dengan pelajaran fisika)


Dan berbagai contoh lainnya.

Seperti anonim katakan,

"Untuk mengubah sesuatu, mulailah dengan mengubah diri sendiri"

Salam :)



Bahaya Memasak Memakai Minyak Jelantah



Tentunya kita sudah mengenal minyak goreng sebagai bahan untuk memasak, baik itu menggoreng atau menumis. Dan di Indonesia sendiri rata-rata orang-orangnya menyukai masakan yang digoreng. Bahkan untuk jajanan sendiri ada macam-macam gorengan, seperti tempe, lumpia, bahkan juga martabak (yang biasanya memakai minyak samin). Namun mungkin banyak kita temui, baik itu untuk masakan, atau jajanan, mereka menggunakan minyak jelantah atau minyak yang sudah dipakai beberapa kali dan umumnya berwarna coklat kehitaman. Alasan mereka biasanya untuk menghemat pengeluaran, padahal minyak jelantah ini sudah tidak layak untuk digunakan lagi.

Sebenarnya tergantung dari bahan yang digoreng, minyak goreng serta suhu penggorengan. semakin tinggi suhu penggorengan, semakin memperpendek masa penggunaan. Namun, sebenarnya minyak goreng sudah tidak layak di pakai setelah 3 sampai 4 penggorengan (Lebih baik menggoreng dengan makanan yang sama seperti menggoreng "ayam" maka seterusnya sampai penggunaan 3 kali harus menggunakannya lagi untuk menggoreng "ayam").

Pemakaian minyak goreng dengan suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan kimia dan sifat- sifat fisiknya. sebuah percobaan kepada hewan menggunakan secara langsung minyak yang telah rusak melaporkan adanya gejala penyakit seperti peningkatan kolesterol darah, keracunan, serta terbentuknya sel kanker.

Selama ini orang tidak sadar bahaya mengkonsumsi minyak jelantah. Setelah makan, kerongkongan terasa gatal atau serak- serak. Sesuai hasil penelitian, minyak jelantah mengandung gugusan benzena yang dapat menimbulkan kanker. senyawa ini mengandung dioksin yang masuk melalui sel dalam tubuh.

Umumnya, minyak goreng digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai 200-300 °C. Pada suhu ini, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rusak, sehingga tinggal asam lemak jenuh saja. Juga adanya resiko protein yang rusak (karena panas) yang tercampur dengan pengawet. Risiko terhadap meningkatnya kolesterol darah tentu menjadi semakin tinggi. Selain itu, vitamin yang larut di dalamnya, seperti vitamin A, D, E, dan K ikut rusak. Kerusakan minyak goreng terjadi atau berlangsung selama proses penggorengan, dan itu mengakibatkan penurunan nilai gizi terhadap makanan yang digoreng. Minyak goreng yang rusak akan menyebabkan tekstur, penampilan, cita rasa dan bau yang kurang enak pada makanan. Dengan pemanasan minyak yang tinggi dan berulang-ulang, juga dapat terbentuk akrolein, di mana akrolein adalah sejenis aldehida yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan, membuat batuk konsumen dan yang tak kalah bahaya adalah dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker dalam hati dan pembengkakan organ, khususnya hati dan ginjal.


Selain itu, minyak jelantah juga disukai jamur aflatoksin sebagai tempat berkembang biak. Jamur ini menghasilkan racun aflatoksin yang menyebabkan berbagai penyakit, terutama hati/liver. Minyak Jelantah merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Jadi, jelas bahwa pemakaian minyak jelantah dapat merusak kesehatan manusia. Menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.

Selanjutnya, proses dehidrasi (hilangnya air dari minyak) akan meningkatkan kekentalan minyak dan pembentukan radikal bebas (molekul yang mudah bereaksi dengan unsur lain). Proses ini menghasilkan zat yang bersifat toksik (berefek racun) bagi manusia.

Jadi, penggunaan minyak jelantah secara berulang berbahaya bagi kesehatan. Proses tersebut dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. Pada minyak goreng merah, seperti minyak kelapa sawit, kandungan karoten pada minyak tersebut menurun setelah penggorengan pertama. Dan hampir semuanya hilang pada penggorengan keempat. Minyak jelantah sebaiknya tidak digunakan lagi bila warnanya berubah menjadi gelap, sangat kental, berbau tengik, dan berbusa.

Oleh sebab itu, perhatikanlah agar jangan digunakan berulang- ulang.

Walaupun berbahaya bagi kesehatan, minyak ini dapat digunakan sebagai bahan bakar biodisel melalui reaksi transesterifikasi. Bahkan hasil penelitian menyatakan minyak jelantah lebih ramah lingkungan dari pada solar.


Agar minyak goreng tidak mudah rusak:

1. Sebaiknya panas yang digunakan tidak terlalu tinggi.
2. Simpan minyak goreng di tempat yang tertutup rapat, dingin, dan terhindar dari panas matahari. Dengan demikian minyak goreng terhindar dari oksidasi dan tidak mudah tengik.
3. Bersihkan penggorengan dengan detergen sehingga bebas dari kerak dan kotoran lainnya.
4. Jangan membiasakan menggunakan minyak bekas. Untuk mencegah kadar minyak yang berlebihan pada makanan gorengan, tiriskan makanan tersebut secara sempurna sebelum dimakan.


(Dari berbagai sumber)