Total Tayangan Halaman
Senin, 23 Juni 2014
Bahaya Memasak Memakai Minyak Jelantah
Tentunya kita sudah mengenal minyak goreng sebagai bahan untuk memasak, baik itu menggoreng atau menumis. Dan di Indonesia sendiri rata-rata orang-orangnya menyukai masakan yang digoreng. Bahkan untuk jajanan sendiri ada macam-macam gorengan, seperti tempe, lumpia, bahkan juga martabak (yang biasanya memakai minyak samin). Namun mungkin banyak kita temui, baik itu untuk masakan, atau jajanan, mereka menggunakan minyak jelantah atau minyak yang sudah dipakai beberapa kali dan umumnya berwarna coklat kehitaman. Alasan mereka biasanya untuk menghemat pengeluaran, padahal minyak jelantah ini sudah tidak layak untuk digunakan lagi.
Sebenarnya tergantung dari bahan yang digoreng, minyak goreng serta suhu penggorengan. semakin tinggi suhu penggorengan, semakin memperpendek masa penggunaan. Namun, sebenarnya minyak goreng sudah tidak layak di pakai setelah 3 sampai 4 penggorengan (Lebih baik menggoreng dengan makanan yang sama seperti menggoreng "ayam" maka seterusnya sampai penggunaan 3 kali harus menggunakannya lagi untuk menggoreng "ayam").
Pemakaian minyak goreng dengan suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan kimia dan sifat- sifat fisiknya. sebuah percobaan kepada hewan menggunakan secara langsung minyak yang telah rusak melaporkan adanya gejala penyakit seperti peningkatan kolesterol darah, keracunan, serta terbentuknya sel kanker.
Selama ini orang tidak sadar bahaya mengkonsumsi minyak jelantah. Setelah makan, kerongkongan terasa gatal atau serak- serak. Sesuai hasil penelitian, minyak jelantah mengandung gugusan benzena yang dapat menimbulkan kanker. senyawa ini mengandung dioksin yang masuk melalui sel dalam tubuh.
Umumnya, minyak goreng digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai 200-300 °C. Pada suhu ini, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rusak, sehingga tinggal asam lemak jenuh saja. Juga adanya resiko protein yang rusak (karena panas) yang tercampur dengan pengawet. Risiko terhadap meningkatnya kolesterol darah tentu menjadi semakin tinggi. Selain itu, vitamin yang larut di dalamnya, seperti vitamin A, D, E, dan K ikut rusak. Kerusakan minyak goreng terjadi atau berlangsung selama proses penggorengan, dan itu mengakibatkan penurunan nilai gizi terhadap makanan yang digoreng. Minyak goreng yang rusak akan menyebabkan tekstur, penampilan, cita rasa dan bau yang kurang enak pada makanan. Dengan pemanasan minyak yang tinggi dan berulang-ulang, juga dapat terbentuk akrolein, di mana akrolein adalah sejenis aldehida yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan, membuat batuk konsumen dan yang tak kalah bahaya adalah dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker dalam hati dan pembengkakan organ, khususnya hati dan ginjal.
Selain itu, minyak jelantah juga disukai jamur aflatoksin sebagai tempat berkembang biak. Jamur ini menghasilkan racun aflatoksin yang menyebabkan berbagai penyakit, terutama hati/liver. Minyak Jelantah merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Jadi, jelas bahwa pemakaian minyak jelantah dapat merusak kesehatan manusia. Menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.
Selanjutnya, proses dehidrasi (hilangnya air dari minyak) akan meningkatkan kekentalan minyak dan pembentukan radikal bebas (molekul yang mudah bereaksi dengan unsur lain). Proses ini menghasilkan zat yang bersifat toksik (berefek racun) bagi manusia.
Jadi, penggunaan minyak jelantah secara berulang berbahaya bagi kesehatan. Proses tersebut dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. Pada minyak goreng merah, seperti minyak kelapa sawit, kandungan karoten pada minyak tersebut menurun setelah penggorengan pertama. Dan hampir semuanya hilang pada penggorengan keempat. Minyak jelantah sebaiknya tidak digunakan lagi bila warnanya berubah menjadi gelap, sangat kental, berbau tengik, dan berbusa.
Oleh sebab itu, perhatikanlah agar jangan digunakan berulang- ulang.
Walaupun berbahaya bagi kesehatan, minyak ini dapat digunakan sebagai bahan bakar biodisel melalui reaksi transesterifikasi. Bahkan hasil penelitian menyatakan minyak jelantah lebih ramah lingkungan dari pada solar.
Agar minyak goreng tidak mudah rusak:
1. Sebaiknya panas yang digunakan tidak terlalu tinggi.
2. Simpan minyak goreng di tempat yang tertutup rapat, dingin, dan terhindar dari panas matahari. Dengan demikian minyak goreng terhindar dari oksidasi dan tidak mudah tengik.
3. Bersihkan penggorengan dengan detergen sehingga bebas dari kerak dan kotoran lainnya.
4. Jangan membiasakan menggunakan minyak bekas. Untuk mencegah kadar minyak yang berlebihan pada makanan gorengan, tiriskan makanan tersebut secara sempurna sebelum dimakan.
(Dari berbagai sumber)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar